Guru Bimbingan dan Konseling
Refleksi Guru Bimbingan Konseling - Di sini, kita akan membahas peran penting para guru bimbingan dan konseling dalam membimbing dan mendukung para individu dalam menghadapi tantangan hidup.
Bimbingan dan Konseling
Seperti yang kita ketahui pada khalayak umum, bimbingan dan konseling merupakan kegiatan bantuan untuk mengentaskan, memberikan solusi terkait masalah individu yang disebut dengan klien atau konseli. Bimbingan dan konseling juga dapat dimaknakan sebagai proses interaksi dua arah antara konselor atau orang yang ahli pada bidangnya dengan lawan interaksinya atau konseli secara lansung ataupun tidak lansung untuk menemukan sebuah titik masalah yang dialami oleh konseli serta mencari jalan keluar yang biasa disebut dengan solusi alternatif terkait masalah tersebut.
Biasanya kegiatan tersebut tidak secara lansung menemukan solusi alternatif dan terentaskannya masalah yang dialami oleh konseli, kegiatan ini memakan waktu berhari-hari bahkan hingga bertahun – tahun tergantung pada masalah yang dialami oleh konseli serta kaberlanjutan evaluasi proses pengentasan masalahnya.
Pengertian Bimbingan Konseling Menurut Ahli
Menurut pada hal itu Prayitno dan Erman Amti (2004: 99) menjelaskan bahwa Bimbingan adalah :
“Proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, atau orang dewasa; agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku”.
Serta konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang (Tolbert, dalam Prayitno 2004 : 101).
Baca Juga : Artikel lainnya disini
Bimbingan dan Konseling Menurut Pemerintah Indonesia
Dalam Panduan Operasional Penyelenggaraan (POP) Bimbingan dan Konseling SMP yang dibuat oleh KEMDIKBUD Dirjen GTK pada tahun 2016, disebutkan bahwa Guru bimbingan dan konseling atau konselor merupakan tenaga profesional yang telah diamanahkan untuk melaksanakan wewenang penyelenggaraan layanan Bimbingan dan Konseling berkewajiban dalam memberikan pertolongan kepada peserta didik sebagai fasilitator pencapaian kemandirian dan perkembangan yang baik untuk aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir. usaha – usaha tersebut dilaksanakan oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor yang berakhir dapat sebagai contributor signifikan terhadap pencapaian tujuan pendidikan secara nasional nan utuh.
Menarik pada hal itu, Bimbingan dan konseling merupakan bagian pendidikan yang lebih memfokuskan dalam pembangunan karakter serta mindset atau tata cara pola pikir individual itu sendiri, agar dapat lebih baik dan dapat diterima oleh lingkungannya. Sebagai bagian integritas dalam penyelenggaraan pendidikan terhadap pencapaian tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang tertuang dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Oleh sebab itu, sebagai konsekuensi yang kuat bahwa setiap satuan pendidikan jenjang menengah hingga atas, harus memiliki bimbingan dan konseling yang dilakukan secara optimal. Dimaksudkan sebagai satuan pendidikan sebagai jenjang untuk memperoleh pendidikan, diperlukan bimbingan dan konseling agar pelaksanaannya dilakukan oleh tenaga professional dalam jumlah yang cukup sesuai dengan aturan yang berlaku.
Tenaga profesional Bimbingan Konseling juga melakukan akuntabilitas Bimbingan Konseling sebagai upaya untuk mempertanggung jawabkan Bimbingan Konselingan terhadap program pelaksanaan Bimbingan Konseling. Akuntabilitas ini melaporkan dampak dan atau manfaat dari layanan Bimbingan Konseling. Pada mekanisme sekarang penegakkan akuntabilitas bukan hanya apa yang telah dikerjakan, namun menekankan pada dampak dan kontribusi apa yang diberikan oleh tenaga Bimbingan Konseling melalui layanannya. Adapun tujuan serta manfaat pelaporan Bimbingan Konseling yaitu mencakup :
Memberikan informasi perkembangan kemajuan, dinamikia permasalahan dan keunggulan.
Menyediakan mekanisme umpan balik bagi pihak yang terlibat dan berkepentingan.
Memberikan jaminan akuntabilitas kepada publik.
(modul PPG Bimbingan Konseling; 2020)
Baca Juga : Artikel lainnya disini
Monitoring Guru Bimbingan Konseling
Adapun mekanisme monitoring dan evaluasi proses hasil layanan bimbingan dan konseling, lalu pelaporan hasil monitoring dan evaluasi, serta perencanaan program tindak lanjut layanan bimbingan dan konseling didasarkan pada hasil temuan pada tempat tenaga Bimbingan Konseling itu bertugas. Seperti halnya guru bimbingan konseling yang melaksanakan tugasnya pada satuan pendidikan tempat dia mengajar atau memberikan layanan kepada peserta didik. Selain hal itu, guru Bimbingan Konseling juga memperhatikan akan norma, etika, adat dan istiadat yang berlaku di daerah itu sendiri.
Sebagai contoh yang dialami oleh penulis sendiri yaitu; religius - tatakrama, dan akhlak menjadi cerminan bahwa kategori pendidikan yang baik adalah menghasilkan peserta didik yang dapat menerapkan kepribadian yang bagus dan dapat diterima oleh masyarakat setempat khususnya. Namun sebaliknya, jika peserta didik belum dapat menerapkan kepribadian yang dapat diterima oleh masyarakat, maka satuan pendidikan tersebut dianggap tidak berkompeten untuk penerapan religious – tatakrama dan akhlak yang baik. Sehingga guru Bimbingan Konseling dapat dipertanggung jawabkan akan pelaksanaan program Bimbingan Konseling terhadap pelayanannya.
Dalam upaya yang dilakukan oleh guru Bimbingan Konseling memfasilitasi perkembangan peserta didik ialah memberikan bimbingan klasikal, individual, hingga kelompok agar dapat mencapai . Melalui hasil yang telah diolah dari perencanaan program, AKPD, hingga evaluasi dan tindak lanjut.
Namun dalam pengungkapan kebutuhan peserta didik, guru Bimbingan Konseling lebih cenderung menggunakan Teknik Non Tes baik itu Observasi ataupun Wawancara. Alasan tersebut relevan dengan apa yang telah dilakukan oleh guru bimbingan konseling secara berulang – ulang dan jumlah peserta didik rata-rata diasuhnya lebih kurang 150 orang.
Keberhasilan tersebut dipengaruhi dari hasil kerjasama dengan seluruh personil sekolah, fasilitas yang tersedia, latar belakang orangtua pesdik, pola asuh, dan alokasi waktu nan cukup. Namun hingga saat ini, apakah keberhasilan tersebut dapat menjadi pengaruh yang besar bagi guru bimbingan konseling ? atau hanya sebagai “kerahasiaan” umum agar guru bimbingan konseling sudah melaksanakan secara professional atau ahli pada bidangnya ?
Ruangan Bimbingan Konseling
Lalu, bagaimana dengan ruangan Bimbingan Konseling dalam menunjang kinerja keberhasilan guru bimbingan konseling ?
Dalam hal ini, ABKIN (2007) telah merekomendasikan ruang Bimbingan dan Konseling di sekolah yang dianggap standar, dengan kriteria sebagai berikut:
Letak lokasi ruang Bimbingan dan Konseling mudah diakses (strategis) oleh konseli tetapi tidak terlalu terbuka sehingga prinsip-prinsip konfidensial tetap terjaga.
Jumlah ruang bimbingan dan konseling disesuaikan dengan kebutuhan jenis layanan dan jumlah ruangan
Antar ruangan sebaiknya tidak tembus pandang
Jenis ruangan yang diperlukan meliputi: (a) ruang kerja; (b) ruang administrasi/data; (c) ruang konseling individual; (d) ruang bimbingan dan konseling kelompok; (e) ruang biblio terapi; (f) ruang relaksasi/desensitisasi; dan (g) ruang tamu..
Mari berkaca sejenak, apakah ruangan bimbingan konseling menjadi hal yang urgensi untuk pengentasan, pencegahan, pembinaan, dan lain sebagainya ? sebagaimana fungsi Bimbingan konseling itu sendiri ? atau hanya sebagai penunjang akreditasi pada satuan pendidikan dan secara formalitas penyediaan saja ?
Sejauh ini, penulis belum menemukan secara tepat untuk kepastian data bagi satuan pendidikan yang telah memenuhi standar ruangan bimbingan konseling pada satuan pendidikan di Indonesia. Menurut kamu, bagaimana ruangan bimbingan konseling di sekolah kamu ? apakah sudah memenuhi standar ?
Selama pelaksanaan kegiatan pelayanan Bimbingan Konseling, seyogya-nya harus dapat berjalan dengan elastis dan dinamis sesuai kondisi yang ada pada lingkungan satuan pendidikan. Guru Bimbingan Konseling dianggap harus mumpuni dalam mengentaskan dan memperbaiki pola tingkah laku serta pola pikir peserta didik. Integritas guru bimbingan konseling dapat dipertaruhkan dalam penerapan kinerja serta tingkat keberhasilan yang harus dilakukan.
Polemik Guru Bimbingan Konseling di Sekolah
Lalu, bagaimana dengan guru mapel yang masih belum mengerti akan kinerja guru Bimbingan Konseling ? Apakah seluruh tenaga pendidik dan warga pada satuan pendidikan sudah memahami dan mengerti akan tupoksi guru bimbingan konseling itu sendiri ?
Rata – rata guru Bimbingan Konseling menjawabnya dengan melakukan pendekatan secara humanis serta memasyarakatkan Bimbingan Konseling dengan cara menjelaskan skema kinerja Bimbingan Konseling dan melalui hasil kinerja yang dilakukan secara optimal.
Namun pada kenyataannya, polemik itu selalu hadir tahun ke tahun, sekolah ke sekolah, bahkan mayoritas masyarakat menganggap guru bimbingan konseling hanya untuk seseorang yang memiliki masalah, seseorang yang dilabeli dengan konotasi negatif pada pandangan mereka. Guru BK sebagai polisi sekolah, guru untuk anak berkasus, menakutkan, dan monoton atau kesan kaku.
Kesejahteraan Guru Bimbingan dan Konseling
Hasil survei dari data jobstreet.co.id mengungkapkan bahwa tren gaji untuk spesialisasi bidang pendidikan/pelatihan; layanan sosial & konseling menjadi spesialisasi terburuk dengan angka sebesar -14.3%. (data didapatkan pada tanggan 13 – 06 – 2022).
Dalam hal ini sebenarnya tak ada kesalahan dalam pemberian bimbingan konseling, yang salah hanyalah perspektif kita sebagai masyarakat yang menikmatinya tentang hal tersebut. Para pakar pendidikan mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu proses pembentukan karakter individu serta investasi manusia (human investment) dimasa yang akan datang. Pembangunan pendidikan adalah pengembangan sumber daya manusia yang diperlukan untuk kehidupan mendatang agar tercapai kehidupan yang sejahtera, itu berarti mengembangkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Pada buku program “Konvensi Nasional Bimbingan dan Konseling XXI” dengan tema Bimbingan dan Konseling menjawab tantangan revolusi industry 4.0, salah satu artikel menjawab pertanyaan ini sebagai berikut :
Kesiapan konselor untuk mengembangkan kompetensi professional adalah menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan permasalahan konseli yang semakin kompleks, menguasai konsep dan praksis bimbingan dan konseling, serta merancang, mengimplementasikan, dan mengevaluasi program bimbingan dan konseling.
(Peran Supervisi Dalam Mempersiapkan Konselor Professional Di Era Revolusi Industry 4.0 Oleh Rizka Apriani dan Devy Probowati).
Ini mengartikan bahwa guru bimbingan dan konseling harus dapat mempersenjatai diri dengan semua ilmu terapan bimbingan konseling yang siap untuk menghadapi segala situasi dan kondisi dengan segala kemungkinan nan terjadi nantinya. Selain itu keterlibatan secara professional oleh supervisi ikut terlibat untuk penyuksesan segala bentuk kebutuhan bimbingan dan konseling yang disesuaikan dengan sekolah tempat bernaung.
Namun, apakah supervisi yang diamanahkan untuk guru bimbingan konseling adalah pemangku jabatan yang memiliki latar belakang bimbingan konseling ? apakah guru bimbingan konseling mampu mengemban beban tugas yang bertambah untuk hal yang baru ?
Banyaknya beban tugas dan bertambahnya resiko dalam pengimplementasian tanggung jawab, membuat para tenaga bimbingan konseling enggan untuk melangkah lebih jauh yang beralasan bahwa tugas yang sebelumnya belum tertuntaskan dan belum optimal untuk diterapkan.
Ini hal yang wajar saja untuk dimaklumi, mengingat adaptasi penerapan ilmu bimbingan konseling butuh waktu yang sangat lama dan secara menyeluruh kepada semua peserta didik binaannya. Anggap saja 1 orang peserta didik butuh waktu observasinya 2-5 bulan, bagaimana dengan minimalnya 150 orang peserta didik ? apakah dapat terjawab dalam meningkatkan pribadi manusia yang lebih baik ?
Ilustrasi : Perbedaan wanita dan pria dalam menghadapi masalah |
Dilema Guru Bimbingan Konseling
Jika ada seseorang yang menjadi guru dan mengatakan dirinya adalah guru professional dengan persyaratan bahwa murid yang diterima adalah murid pintar, rajin, patuh, taat, disiplin, sarana belajar yang lengkap, gaji yang memadai, dan orangtua siswa yang perhatian penuh terhadap anaknya. Maka dapat dipastikan guru tersebut termasuk pada guru yang celaka dan tidak sepenuh hati menjadi guru. Dan biasanya, perbedaan kemampuan murid akan menjadi alasan hasil kerjanya tidak sesuai pada harapan.
(Zulfikri Anas)
Dalam peran sebagai guru bimbingan dan konseling, para profesional ini seringkali menghadapi berbagai dilema yang kompleks. Berikut 5 point dilema guru bimbingan konseling :
1. Kerahasiaan dan Privasi:
Salah satu dilema yang muncul adalah menjaga kerahasiaan dan privasi informasi yang diberikan oleh siswa atau individu yang mereka bimbing. Guru bimbingan dan konseling berkomitmen untuk menjaga kerahasiaan, namun terkadang mereka juga perlu mempertimbangkan kewajiban melaporkan jika ada indikasi kekerasan, penyalahgunaan, atau bahaya serius lainnya yang mungkin terjadi pada siswa.
2. Etika dan Nilai-nilai Pribadi:
Dalam memberikan bimbingan dan konseling, guru bimbingan dan konseling harus menjaga netralitas dan menghormati nilai-nilai pribadi siswa. Namun, mereka juga dihadapkan pada situasi di mana nilai-nilai mereka sendiri mungkin bertentangan dengan nilai-nilai siswa atau keputusan yang diambil oleh siswa. Guru bimbingan dan konseling harus belajar mengelola dilema etika ini dengan memastikan bahwa keputusan yang diambil didasarkan pada kepentingan terbaik siswa.
3. Keterbatasan Waktu dan Sumber Daya:
Guru bimbingan dan konseling seringkali dihadapkan pada dilema keterbatasan waktu dan sumber daya. Mereka bertanggung jawab dalam memberikan bimbingan dan dukungan kepada banyak siswa, namun sumber daya dan waktu terbatas. Hal ini dapat menjadi tantangan dalam memberikan perhatian dan bimbingan yang memadai kepada setiap siswa.
4. Kolaborasi dengan Pihak Lain:
Guru bimbingan dan konseling juga sering berada dalam dilema kolaborasi dengan pihak lain, seperti orangtua, guru kelas, dan administrasi sekolah. Terkadang terdapat perbedaan pendapat atau prioritas yang bisa membuat kolaborasi menjadi kompleks. Guru bimbingan dan konseling perlu menemukan keseimbangan antara menjaga hubungan dengan pihak terkait dan tetap fokus pada kepentingan siswa.
5. Kendala Hukum dan Kebijakan:
Para guru bimbingan dan konseling juga dihadapkan pada dilema terkait kendala hukum dan kebijakan yang mengatur pekerjaan mereka. Mereka harus memahami peraturan hukum yang berlaku dan memastikan bahwa praktik mereka sesuai dengan standar etika dan hukum yang berlaku.
Dalam menghadapi dilema ini, guru bimbingan dan konseling sering mengandalkan kode etik dan pedoman profesional untuk membantu mereka mengambil keputusan yang tepat. Mereka juga melakukan pengembangan diri dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan keterampilan mereka dalam menangani dilema tersebut. Dengan komitmen mereka untuk kepentingan siswa, para guru bimbingan dan konseling terus berupaya menavigasi dilema yang kompleks ini demi menciptakan lingkungan belajar yang aman, mendukung, dan memberikan bimbingan yang efektif.
Apalagi kutipan diatas jika dikaitkan dengan guru bimbingan konseling, dengan alasan bahwa kinerjanya tidak sesuai harapan karna kemampuan sarana yang tidak memadai, perbedaan kemampuan murid dan orangtua yang tidak memperhatikan anaknya dengan baik, maka tentu saja guru bimbingan konseling ini harus mendapatkan “pendidikan” tambahan untuk memperbaiki mindfulnes nya.
#GuruBimbinganDanKonseling
Komentar
Posting Komentar